Rebut Warisan, Adik Bungsu Gugat Kakak Kuasai Ruko di Gajah Mada Pontianak

Panitra Pengadilan Negeri Pontianak, Utin Reza Putri membacakan putusan terkait pelaksanaan eksekusi pengosongan Ruko/ Caffee Corner No. 38 di Jalan Gajah Mada Pontianak, berdasarkan Penetapan putusan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak. Selasa, (31/10/2023).

 

Eksekusi ruko dua pintu yang dikenal Caffe Corner itu atas perkara sengketa ahli waris, berdasarkan surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak Nomor. 126/Pdt.G/2021/PN.Ptk Tanggal 03 Juni 2021 dan diputuskan dalam persidangan terbuka pada Tanggal 20 September 2021.

Fahrizal Siregar, Kuasa Hukum menyampaikan permasalahan ini sengketa warisan antara adik dan kakak, namun salah satu adik yang paling bungsu menggugat ke Pengadilan Negeri Pontianak setelah itu banding namun kalah. Kemudian melakulan kasasi ke Mahkamah Agung dan diputuskan tingkat kasasi hingga ingkrah dalam perkara ini.

“Inkrah ini sudah berkekuatan hukum tetap dalam amar putusan yang dinyatakan menghukum tergugat 1 (Kakak ke-1) tergugat II (Kakak ke-2) dan tergugat III (Kakak ke-3) untuk meninggalkan tanah atau nengosongkan bangunan itu, dengan sertifikat hak milik Nomor. 15871/Parittokaya, 29 Juni 2005 dan surat ukur tanggal 20 Juni 2005 dengan Nomor. 5710/Parittokaya/2006 atas nama Ibu dari pemohon yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 38 Pontianak, menyerahkam tergugat secara suka rela dalam ke adaan aman, jika perlu dengan bantuan alat negara,” ungkap Fahrizal.

 

Menurutnya, fakta dalam teguran anmaning pihak tergugat 1,2 dan 3 yang hadir cuma tergugat 2, sedangkan tergugat 1 dan tergugat 3 tidak hadir dalam persidangan itu teguran dari pengadilan, sampai dua kali kepengadilan tidak datang, hingga pengadilan melaksanakan eksekusi paksa untuk mengosongkan rumah /ruko itu.

 

“Pada saat itu, ketua pengadilan berada di dalam, sedang meeting rapat, saya gak tau rapat apa itu, kita menunggu sampai jam 10 lewat, habis itu kita dipanggil kedalam, ternyata kakak ke-1 itu pulang. Kemudian di panggil ke-2 tidak hadir, itu seharusnya sebagai warga negara yang taat aturan hukum hadir,” sampainya kepada wartawan.

 

Sementara itu Susiana NG ( Kakak ke-1) membantah bahwa dirinya tidak hadir dalam persidangan, menurutnya justru adiknya (Agus) yang tidak hadir, serta panitra Pengadilan Negeri Pontianak telat hadir. Kemudian setahun berlalu sebagai Susiana NG ingin melakukan mediasi dari semua keluarga bersama pihak berwenang melalui Camat Pontianak Selatan, Polresta Pontianak, dengan tujuan dan maksud mediasi secara keluarga, tetapi adik bungsu (Agus) yang tidak mau, hingga surat kedua dari PN Pontianak turun untuk eksekusi dan pengosongan Ruko/ Caffe Corner ini.

 

Susiana NG dari empat bersaudara menceritakan terkait sengketa waris pada ruko 2 pintu berlantai 3 yang terletak di Jalan Gajah Mada Pontianak Selatan, semasa orang tuanya masih hidup, ayahnya pernah hibahkan sertifkat kepada dirinya pada tahun 1991 atas nama Susiana NG. Bahkan ayahnya pernah berpesan jika sudah tiada warisan itu di bagi dengan rata.

“Kalau kami gak ada, dibagi rata, yang gak ada duit dikasih lebih, itu amanah orang tua saya semasa hidupnya. Namun adik kami yang bungsu itu (Agus) mengatakan tidak tidak pernah mendengar perkataan ayahnya itu,”ungkap Susiana NG kepada awak media.

 

Dirinya tidak menaruh kecurigaan terhadap apa yang disampaikan adiknya (Agus). Namun berjalannya waktu setelah di ulas kembali ada sesuatu yang diharapkan adiknya (Agus) setelah bapaknya meninggal pada Tahun 2004.

 

“Setelah itu timbulah masalah, adik-adik saya minta ingin dikembalikan ke ibu, saya bersedia dengan legowo, karena pada saat itu saya ada masalah dengan suami, Agus waktu itu ngomong kalau kamu cerai nanti akan pisah harta itu,” jelasnya Susiana NG.

 

Dirinya mengakui bahwa berkaitan dengan hukum tidak paham, dan merasa dibohongi oleh adik yang paling bungsu (Agus) kalau harta orang tuanya tidak bisa ke saya dan adik-adiknya, kemudian agus itu mengurus ke Notaris Efendi Hidayat.

 

“Saya tidak pernah mengurus surat itu, saya kembalikan ke ibu saya, biar tidak ada percekcokan dengan adik-adik saya,” kata Susiana NG yang dikeluarkan paksa dari ruko itu oleh Pengadilan Negeri Pontianak

 

Berjalannya waktu, sertifikat terbit atas nama SIM SOI TJHENG (Ibu Kandung) yang dikeluarkan oleh BPN pada 28 Juni 2005. kurang lebih 3 bulan, terbit juga akta wasiat pada 9 September 2005 bahwa ibunya sudah memberikan hibah kepada Agus sebagai (anak laki-laki bungsu) tanpa memberitahukan kepada saudaranya.

 

“Kami tidak tahu, namun setelah ibu saya meninggal pada tahun 2012 Agus melemparkanya sertifikat didepan kami bertiga, bahwa ini semua punya saya, tolong dibaca, kami hanya diam. Saat itu kami juga menunggu notaris untuk di panggil, namun tidak pernah dipanggil hingga saat ini, bahkan setelah eksekusi notarispun juga diam tidak pernah memanggil kami untuk dibacakannya,” ucap Susiana NG.

 

Dirinya sudah berkali-kali berusaha untuk menemui notaris Efendy Hidayat, namun selalu memberi alasan tidak ada di tempat, bahkan alasanya selalu sibuk, begitu juga melalui WatshaAp dengan alasan di luar kota sampai-sampai nomor Susiana NG di blokir oleh notaris tersebut.

 

Lanjutnya, Susiana NG mempertanyakan akta wasiat yang menurutnya tidak terdaftar di balai pustaka wasiat negara dan ada empat pewaris orang dalam wasiat tersebut, dan itu harus dibagi rata, akan tetapi hasilnya tidak ada dan tidak diindahkan, anehnya dapat dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Tingkat Tinggi bahkan sampai Mahkamah Agung

 

“Ya saya tidak tahu kenapa hal itu bisa dimenangkan, padahal saya itu benar-benar mengantongi dari Kementerian Hukum dan Ham bahwa wasiat itu cacat formil, bukan hanya itu dari Kemenkum Ham juga minta kami untuk mediasi, sedangkan akta wasiat yang dibuat oleh Notaris Efendi Hidayat melanggar hak legitime portie hak mutlat anak,” jelas.

 

Susiana NG membeberkan bahwa agus bersama notaris Efendy Hidayat di buat akta jual beli, setelah timbul gugatan, bahkan di dalamnya ada nominal sebesar Rp. 538.500.000 (Lima Ratus Juta Tiga Puluh Delapan Juta Lima Ratua Ribu Rupiah) yang tidak pernah diterimanya duit tersebut.

 

“Saya satu sen pun tidak pernah menerima uang itu sampai hari ini, bahkan waktu itu saya di suruh datang ke Notaris untuk tandatangan di Kwitansi kosong, waktu itu saya tanya untuk apa ini, namun jawabanya supaya tidak bolak-balik,” kata Susiana NG.

 

Sebelum dilakukan eksekusi Susiana NG sudah melayangkan surat keberatan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Pontianak, Kapolres, Kapolda dan Wali Kota Pontianak, akan tetapi tidak ada jawaban, terlebih dari pihal PN Pontianak tidak pernah membalasnya dan tidak pernah memanggilnya ada apa dengan ini?, tanya Susiana NG.

 

“Hari ini terjadi eksekusi, boleh dibilang tiba-tiba karena tidak ada SP1 atau SP2 bahkan SP3 untuk memberi tahu,” pungkasnya. Agus maharona

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *