Pernikahan adalah akad yang sangat sakral dan yang sangat kokoh (mitsaqan ghalizha) yang dilakukan oleh laki laki dan perempuan yang terpenuhi syarat-syarat di dalamnya. Tujuan Fundamental dari perkawinan adalah menghasilkan keturunan untuk keberlangsungan hidup manusia selanjutnya. Namun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi belakangan ini mulai beredar seperti pernikahan sejenis yang dilakukan oleh transgender. Lalu bagaimana pernikahan transgender menurut Islam?
Di dalam hukum transendetal (Al-quran dan hadits) tidak disebutkan secara eksplisit terkait dengan perkara tersebut. Namun, Mayoritas jumhur ulama sepakat bahwa pernikahan transgender hukum nya adalah haram, akan tetapi terjadi perbedaan pendapat mengenai hukuman yang diberikan oleh kepada pelaku yang melakukan pernikahan transgender. Menurut Maliki, Syafi’I dan Hambali pelakunya wajib dikenai had, maksud had disini ialah dihukum rajam, baik ia jejaka, gadis, duda maupun janda.
Sedangkan menurut Hanafi bagi yang baru pertama kali melakukan nya mendapat hukuman ta’zir, akan tetapi jika berulang kali melakukannya maka ia wajib di bunuh.
Menurut Syeikh Sayyid Sabiq didalam bukunya yang berjudul Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa “homoseksual termasuk kriminalitas yang paling besar dan ia termasuk salah satu perbuatan keji yang dapat merusak eksistensi manusia dan fitrah manusia, agama dan dunia, bahkan bagi kehidupan itu sendiri. Karena itu Allah SWT. Memberi hukuman bagi pelaku kriminalitas ini dengan hukumam yang paling keras. Dia menenggelamkan bumi dan segala isinya akibat perbuatan kaum luth as. Serta menghujani merek dengan batu dari tanah liat yang terbakar”.
Syeikh Ali Ahmad Al – Jurjawi menggambarkan buruk dan hinanya homoseksual di dalam bukunya yang berjudul Hikmatut Tasyri Wal Falsafatuh dengan menyatakan Liwath (Homo) bertentangan dengan tabiat, adab dunia dan agama. Karena seorang pria merdeka yang bersih tidak rela memposisikan diri sebagai wanita dan tidak mau mengenakan pakaian wanita lebih – lebih menjadi objek nafsu syahwat pria lain. Alat kelamin masuk ke lubang dubur tempat keluar kotoran dimana mendengar namanya saja jiwa tidak suka, maka lebih – lebih menyentuhnya. Lebih dari itu menurut imam Adz – Dzahabi orang – orang shalih terdahulu secara tegas menjauhi orang – orang bencong, tidak melihat mereka dan tidak bergaul bersama mereka.
Syeikh Yusuf Al – Qaradhawi berpandangan bahwa perilaku homoseksual bertentangan dengan fitrah manusia dan merampas hak – hak perempuan serta merusak sifat kelaki – lakian, perbuatan ini dapat merusak tatanan masyarakat dan manusia tidak lagi menghiraukan etika, kebaikan dan perasaan.
Pernikahan Transgender Menurut Kompilasi Hukum Islam, Hukum Positif
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mempertegaskan bahwa perkawinan yang sah ialah ikatan batin dan biologis antara laki – laki dan perempuan. Hal ini di jelaskan di dalam pasal 1 huruf a, pasal 1 huruf d, pasal 23 ayat 3, serta di dalam pasal 30. Artinya pasal – pasal Kompilasi Hukum Islam tersebut dengan tegas menyatakan melarang pernikahan sesama jenis apabila tidak ada ketentuan baku syarat sahnya sesuai dengan peraturan undang – undang dan agama. Di dalam Undang – Undang No. 16 Tahun 2019 jo Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 mendefinisikan pernikahan adalah ikatan fisik dan spiritual antara laki – laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga bahagia) dan kekal berdasarkan pada ketuhanan yang maha kuasa. Berdasarkan defisini tersebut terdapat 5 unsur yang harus terpenuhi di dalam pernikahan yaitu: 1. Ikatan batin, 2. Antara laki – laki dan perempuan, 3. Sebagai suami istri, 4. Membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, 5. Berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Sedangkan di dalam pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa tidak ada pernikahan di luar hukum masing- masing agama dan kepercayaannya sesuai dengan UUD 1945.13 Dalam hal ini apabila transgender ingin melakukan perkawinan, terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi berdasarkan undang – undang dan kompilasi hukum islam, dikarenakan transgender merupakan kegiatan merubah kelamin dengan cara operasi maka perubahan kelamin tersebut diwajibkan untuk dilapor kepada administrasi kependudukan menurut Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013 jo Undang – Undang No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan disebutkan bahwa setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa – peristiwa penting yang dialami ke badan pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pernikahan Transgender menurut para imam mazhab mutlak tidak dibolehkan dan hukumnya haram, ini dikarenakan pernikahan transgender memiliki banyak sekali mafsadah dan tidak terkandung sedikitpun maslahah nya. Menurut peraturan yang berlaku di Indonesia penikahan transgender tidak diperkenankan karena tidak sesuai dan berlawanan dengan norma – norma masyarakat Indonesia yang didasari oleh agama dan budaya,
Mufdlilul Albab
(Mahasiswa Magister Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)